Selasa, 01 November 2011

ASAL-USUL DESA PANONGAN PALIMANAN CIREBON

Oleh : Mochamad Aunur Rofik*
* Mahasiswa IAIN Syekh Nurjati & Alumnus Pondok Pesantren Al-Ma'unah Kepuh Palimanan Cirebon


Disaat terjadi peperangan antara Kerajaan Rajagaluh dan Pasukan dari Cirebon yang dipimpin oleh Syekh Syarif Hidayatullah, maka pasukan Cirebon beristirahat di suatu daerah sambil mengintai kekuatan pasukan Rajagaluh maka daerah itu dinamakan Panoongan (noong (bahasa sunda)) yang dalam bahasa sunda berarti tempat pengintaian yang saat ini diabadikan disempurnakan menjadi salah satu nama desa di Kecamatan Palimanan yaitu “Panongan”. Sedangkan perang itu sendiri terjadi di gunung petot yang sekarang menjadi salah satu sumber daya alam untuk bahan baku batu alam, semen dan lain-lain. Akhirnya peperangan tersebut dimenangkan oleh pasukan Syekh Syarif Hidayatullah.
Sementara itu peninggalan yang bersejarah di desa Panongan antara lain :
1.      Masjid Kramat “Al-Karomah”
2.      Banyu Perkulaan yeng berkhasiaat bagi anak balita yang telat berjalan
3.      Rebana (Genjing Besar) yang disimpan oleh salah satu sesepuh desa Panongan
4.      Poslen dari Cina
5.      Bedug Besar, bedug yang sekarang terdapat di desa Panongan adalah bedug hasil penukaran dari Keraton Kasepuhan Cirebon, karena bedug yang asli buatan yang bersamaan dengan Masjid Panongan itu memiliki keistemewaan yang berbeda dengan bedug yang lainnya pada umumnya. Bedug tersebut apabila dipukul akan terdengar nyaring dan terdengar jauh. Oleh karena itu, pihak keratin kasepuhan Cirebon menukar bedug asli yang di desa Panongan dengan bedug yang terdapat di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Keunikan dari asal-usul yang lain dari sejarah terbentuknya  desa Panongan adalah adanya jaka bawuk dan perawan sunti (jejaka dan perawan yang tidak pernah menikah). Jaka bawuk dan perawan sunti adalah hasil kutukan dari para wali yang sedang membangun Masjid Keramat Panongan. Kutukan tersebut muncul karena terganggunya pembuatan Masjid yang pada saat itu para wali menargetkan selesai pada malam itu juga. Namun, karena adanya salah satu perawan yang sedang membersihkan kapuk, pada saat itu kapuk berterbrangan yang juga menimbulkan ayam jago berkukuk Karen pantulan kapuk dan cahaya bulan. Hal tersebut beakibatkan berhentinya proses pembuatan Masjid Al-Karomah yang seharusnya selesai pada malam itu juga. Namun dikarenakan insiden tersebut Pembuatan Masjid diselesaikan. Dan para wali mengutuk siapa saja yang mengganggu pembuatan Masjid maka apabila seorang perawan maka dia akan tidak pernah menikah atau disebut dengan sebutan Perawan Sunti dan apabila seorang laki-laki akan tidak pernah menikah atau disebut dengan sebutan Jaka Bawuk.

Minggu, 23 Oktober 2011

Pengamalan Tasawuf Ala Al Habib Luthfi

Berikut ini petikan wawancara crew Habibluthfiyahya.net dengan Al Habib Luthfi bin Yahya. Dalam wawancara kali ini Al Habib menjelaskan bagaimana tasuf dapat di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Apa pandangan-pandangan Al-Habib tentang tasawuf?
Tasawuf adalah pembersih hati. Dan tasawuf itu ada tingkatan-tingkatannya. Yang terpenting, bagaimana kita bisa mengatur diri kita sendiri. Semisal memakai baju dengan tangan kanan dahulu, lalu melepaskannya dengan tangan kiri.
Bagaimana kita masuk masjid dengan kaki kanan dahulu. Dan bagaimana membiasakan masuk kamar mandi dengan kaki kiri dulu dan keluar dengan kaki kanan. Artinya bagaimana kita mengikuti sunah-sunah Nabi. Itu sudah merupakan bagian dari tasawuf.
Bukankah hal semacam itu sudah diajarkan orang tua kita sejak kecil?
Para orang tua kita dulu sebenarnya sudah mengeterapkan tasawuf. Hanya saja hal itu tak dikatakannya dengan memakai istilah tasawuf. Mereka terbiasa mengikuti tuntunan Rasulullah. Seperti ketika mereka menerima pemberian dengan tangan kanan, berpakaian dengan memakai tangan kanan dahulu. Mereka memang tak mengatakan, bahwa itu merupakan tuntunan Nabi SAW.
Tapi mereka mengajarkan untuk langsung diterapkannya. Kini kita tahu kalau yang diajarkannya itu adalah merupakan tuntunan Nabi. Itu adalah tasawuf. Sebab tasawuf itu tak pernah terlepas dari nilai-nilai akhlaqul karimah. Sumber tasawuf itu adalah adab. Bagaimana adab kita terhadap kedua orang tua, bagaimana adab pergaulan kita dengan teman sebaya, bagaimana adab kita dengan adik-adik atau anak-anak kita. Bagaimana adab kita terhadap lingkungan kita.
Termasuk ucapan kita dalam mendidik orang-orang yang ada di bawah kita. Kepada anak-anak kita yang aqil baligh, kita harus bener-bener menjaganya agar jangan sampai mengeluarkan ucapan yang kurang tepat kepada mereka. Sebab ucapan itu yang diterima dan akan hidup di jawa anak-anak kita.

Bagaimana sikap kita berada di tengah-tengah lingkungan masyarakat yang sudah carut maut?

Mampukah ketika kita berhadapan dengan lingkungan yang demikian itu? Ketika kita asik-asiknya bergurau, maka berhentilah sejenak. Kita koreksi apakah ada sesuatu yang kurang pantas? Agar hal yang demikian itu tak dicontoh atau ditiru oleh anak-anak kita. Itu sudah merupakan tasawuf. Jadi dalam rangka pembersihan hati, bisa dimulai dari hal-hal kecil semacam itu.
Lalu kita tingkatkan dengan tutur sikap kita terhadap orang tua. Ketika kita makan bersama orang tua. Janganlah kita menyantap lebih dahulu sebelum bapak-ibu kita memulai dulu. Janganlah kita mencuci tangan dahulu sebelum kedua orang tua kita mencuci tangannya. Makanlah dengan memakai tangan kanan. Dan jangan sampai tangan kiri turut campur kecuali itu dalam kondisi darurat. Sebab Rasulullah tak pernah makan dengan kedua tangannya sekaligus. Ini sudah tasawuf.

Apa yang sebenarnya menarik dari Al-Habib, sehingga begitu getol menekuni dunia tasawuf?

Yang menarik, karena tasawuf itu mengajarkan pembersihan hati. Saya ingin mempunyai hati yang sangat bersih. Jadi tak sekedar bersih tidak sombong karena ilmunya, tidak sombong karna setatusnya, tidak sombong karena ini dan itu. Namun hati ini betul-betul mulus, selalu melihat kepada kebesaran Allah SWT yang diberikan kepada kita. Itu karena fadhalnya Allah SWT.
Sehingga kita tidak lagi mempunyai prasangka-prasangka yang buruk, apalagi berpikiran jelek dalam pola pikir dan lebih-lebih lagi di hati. Sebab tasawuf itu tazkiyatul qulub, yakni untuk membersihkan hati. Jika hati kita ini bersih, maka hal-hal yang selalu menghalangi-halangi hubungan kita kepada Allah itu akan sirna dengan sendirinya. Sehingga kita senantiasa mengingat Allah.
Ibarat besi, hati kita itu sebenarnya putih bersih. Hanya karena karatan yang bertumpuk-tumpuk lantaran tak pernah kita bersihkan, sehingga cahaya hati itu tertutup oleh tebalnya karat tadi. Na’udzubillah kalau sampai hati kita seperti itu.
Lantas dari mana kita mesti memulai untuk pembersihan hati tersebut?
Ikutlah dahulu ajaran fiqih yang tertera dalam kitab-kitab fiqh. Seperti arkanus shalat (rukun-syarat sholat), lalu adabut shalat, adabut thaharah dan seterusnya. Marilah itu semua kita pelajari dan kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Ketika kita diundang untuk menghadiri acara walimah di sebuah gedung misalnya, maka kenakanlah pakaian yang bagus-bagus.
Sebab itu demi menghormat dan untuk menyaksikan kehalalan kedua mempelai di pelaminan. Untuk menghormati acara tersebut, kita menggunakan pakaian yang rapi. Sebab pada hakikatnya, kita telah menghormati Allah SWT yang telah menghalalkan hal tersebut.
Kita juga menghormati yang telah mengundang kita, serta menghormati sesama kita dalam gedung atau dalam jamuan tersebut. Kalau kita bisa menyaksikan aqdun nikah (akad nikah) secara demikian, mengapa kalau kita menghadap langsung kepada Allah SWT, tidak pernah melakukan penghormatan yang demikian itu?

A-Habib dikenal sebagai mursyid thariqah, tetapi kelihatan gemar memainkan alat musik?
Di sana kita akan menemukan kekaguman. Ilmullah yang ada dalam music itu sendiri. Diantaranya notnya itu hanya ada 7; do re mi fa sol la si do, do si la sol fa mi re do. Sedangkan oktafnya ada 7, suara miringnya 5, jadi ada 12. Yang memakai adalah di seliruh dunia, dan mengeluarkan lagu yang beragam. Itu merupakan satu hal yang sangat menarik.
Ketika orang mendengarkan musik, mereka bisa menangis dan tertawa, bersedih dan bersuka ria. Nah, yang berupa benda saja bisa menghasilkan efek semacam itu. Lantas bagaimana kalau kita tengah mendengar lantunan  ayat Al-Qur’an sedang dibacakan? Mesti akan jauh lebih dari itu. (Ts/hly.net)


di ambil dari : http://www.habibluthfiyahya.net/index.php?option=com_content&view=article&id=133%3Apengamalan-tasawuf-ala-al-habib-luthfi&catid=34%3Aberita&Itemid=18&lang=id